Pak Wahyu dan Bu Santi, pasangan pra lansia berusia 55 tahun, sudah lama memendam keinginan untuk merasakan Umrah di bulan Ramadhan. Bagi mereka, beribadah di tanah suci selama 30 hari di bulan penuh berkah adalah mimpi yang tak ternilai. Setelah bertahun-tahun menabung dan menyiapkan fisik serta mental, akhirnya di tahun 2024, impian mereka menjadi kenyataan.
Ketika kaki mereka pertama kali menginjak tanah Makkah, air mata haru tak terbendung. “Alhamdulillah, akhirnya kita sampai juga,” bisik Pak Wahyu sambil menggenggam erat tangan istrinya. Bu Santi tersenyum penuh syukur, merasakan kebahagiaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Jarak yang Jauh, Semangat yang Tak Surut
Meski berangkat dengan penuh semangat, perjalanan mereka tak sepenuhnya mudah. Hotel yang mereka tempati berjarak sekitar 2 kilometer dari Masjidil Haram, dan mereka harus mengandalkan shuttle bus 24 jam yang mengantarkan jamaah dari hotel ke terminal di wilayah Ajyad.
Setiap hari, sejak dini hari sore hari hingga larut malam selesai tarawih, mereka harus bersiap untuk perjalanan yang melelahkan. Kadang, antrian panjang membuat mereka menunggu lama untuk bisa naik bus. Namun, semangat mereka tak pernah luntur. “Ini perjuangan kecil dibandingkan nikmatnya ibadah di tanah suci,” kata Bu Santi sambil tersenyum di tengah antrean.
Pak Wahyu yang sudah mulai merasa pegal di kakinya tetap berusaha tegar. “Dulu waktu muda kita sering jalan kaki jauh, sekarang waktunya kita membuktikan ketahanan kita lagi,” candanya, membuat Bu Santi terkekeh.
Romantisme Ibadah di Usia Senja
Banyak orang bilang, menjalani ibadah bersama pasangan di tanah suci adalah momen paling romantis. Hal ini juga dirasakan oleh Pak Wahyu dan Bu Santi. Di sela-sela letihnya perjalanan menuju masjid, mereka saling menyemangati. Saat berbuka puasa, mereka berbagi kurma dan air zamzam dengan penuh cinta.
“Rasanya seperti bulan madu kedua,” ujar Bu Santi, mengingat saat pertama kali mereka menikah dan berjuang bersama dalam kehidupan. Bedanya, kali ini bulan madu mereka dipenuhi dengan doa-doa dan sujud yang khusyuk di hadapan Ka’bah.
Malam-Malam Penuh Keberkahan
Menghabiskan malam-malam Ramadhan di Masjidil Haram adalah pengalaman yang tak ternilai. Pak Wahyu dan Bu Santi merasakan getaran spiritual yang luar biasa saat mengikuti shalat Tarawih dan Qiyamul Lail bersama ribuan jamaah dari seluruh dunia. Suara imam yang merdu, lantunan ayat suci yang menggema, serta suasana yang penuh khusyuk membuat mereka larut dalam keheningan ibadah.
Malam Lailatul Qadar menjadi puncak dari perjalanan spiritual mereka. “Ya Allah, kami datang jauh-jauh ke sini untuk mencari ridho-Mu. Kabulkan doa-doa kami,” lirih Pak Wahyu dalam sujud panjangnya. Air mata Bu Santi menetes tanpa ia sadari, tenggelam dalam rasa syukur yang mendalam.
Perpisahan yang Berat, Kenangan yang Abadi
Tak terasa, 30 hari berlalu begitu cepat. Saat hari terakhir tiba, perasaan berat mulai menyelimuti hati mereka. “Seperti baru kemarin kita datang ke sini,” ujar Bu Santi dengan mata berkaca-kaca.
Mereka menghabiskan waktu terakhir di Masjidil Haram dengan melakukan thawaf wada’ (perpisahan). Langkah-langkah mereka terasa lebih pelan, seakan ingin mengabadikan setiap momen. Ketika akhirnya harus meninggalkan Makkah, mereka berjanji dalam hati untuk kembali suatu hari nanti.
Penutup: Sebuah Perjalanan yang Mengubah Hidup
Perjalanan Umrah Ramadhan selama 30 hari ini bukan hanya sekadar ibadah bagi Pak Wahyu dan Bu Santi. Ini adalah perjalanan yang memperkuat cinta, kesabaran, dan ketakwaan mereka. Mereka pulang ke tanah air dengan hati yang lebih damai dan penuh rasa syukur. Klik link berikut ini untuk penjelasan jadwal keberangkatan Paket Biaya umroh tahun 2025.
“Umrah ini bukan sekadar perjalanan fisik, tapi juga perjalanan hati dan jiwa,” kata Pak Wahyu. Sementara Bu Santi menambahkan, “Semoga Allah memanggil kita lagi ke rumah-Nya, dalam keadaan yang lebih baik dan lebih siap.”
Kisah mereka menjadi bukti bahwa usia bukanlah penghalang untuk mengejar keberkahan. Dengan niat yang tulus dan usaha yang sungguh-sungguh, impian beribadah di tanah suci bisa menjadi kenyataan, dan pengalaman ini akan selalu mereka kenang seumur hidup.